Literasi - 14 Mei 2024

 

Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita?

Diyan Nur Rakhmah (Analis Kebijakan pada Pusat Penelitian Kebijakan)














































Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 telah dirilis Badan Pusat Statistik pada akhir Januari lalu, dan memberikan gambaran demografi Indonesia yang mengalami banyak perubahan dari hasil sensus sebelumnya di tahun 2010. Sesuai prediksi dan analisis berbagai kalangan, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai Bonus Demografi. Menariknya, hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012. Generasi Milenial yang digadang-gadang menjadi motor pergerakan masyarakat saat ini, jumlahnya berada sedikit di bawah Gen Z, yaitu sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia. Ini artinya, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.

Siapakah Generasi Z?

Di banyak analisis, para ahli menyatakan bahwa Gen Z memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” misalnya menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas.

Artikel Bruce Tulgan dan RainmakerThinking, Inc. berjudul “Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millenial Cohort” yang didasarkan pada penelitian longitudinal sepanjang 2003 sampai dengan 2013, menemukan lima karakteristik utama Gen Z yang membedakannya dengan generasi sebelumnya. Pertama, media sosial adalah gambaran tentang masa depan generasi ini. Gen Z merupakan generasi yang tidak pernah mengenal dunia yang benar-benar terasing dari keberadaan orang lain. Media sosial menegasikan bahwa seseorang tidak dapat berbicara dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Media sosial menjadi jembatan atas keterasingan, karena semua orang dapat terhubung, berkomunikasi, dan berinteraksi. Ini berkaitan dengan karakteristik kedua, bahwa keterhubungan Gen Z dengan orang lain adalah hal yang terpenting. Ketiga, kesenjangan keterampilan dimungkinkan terjadi dalam generasi ini. Ini yang menyebabkan upaya mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya seperti komunikasi interpersonal, budaya kerja, keterampilan teknis dan bepikir kritis harus intensif dilakukan. Keempat, kemudahan Gen Z menjelajah dan terkoneksi dengan banyak orang di berbagai tempat secara virtual melalui koneksi internet, menyebabkan pengalaman mereka menjelajah secara geografis, menjadi terbatas. Meskipun begitu, kemudahan mereka terhubung dengan banyak orang dari beragam belahan dunia menyebabkan Gen Z memiliki pola pikir global (global mindset). Terakhir, keterbukaan generasi ini dalam menerima berbagai pandangan dan pola pikir, menyebabkan mereka mudah menerima keragaman dan perbedaan pandangan akan suatu hal. Namun, dampaknya kemudian, Gen Z menjadi sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Identitas diri yang terbentuk sering kali berubah berdasarkan pada berbagai hal yang mempengaruhi mereka berpikir dan bersikap terhadap sesuatu.

Gen Z dan Digitalisasi

Tidak selamanya kedekatan Gen Z dengan teknologi memberikan keuntungan. Dalam dunia kerja misalnya, O’Connor, Becker, dan Fewste (2018) dalam penelitiannya berjudul Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job Performace, and Creativity, menemukan bahwa pekerja yang lebih muda menunjukkan kapasitas yang lebih rendah untuk mengatasi ambiguitas lingkungan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Generasi lebih muda terbiasa mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang bersifat kebaruan termasuk pada bidang pekerjaan yang sifatnya lebih menantang. Namun, mereka belum memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang mumpuni untuk mengelola ketidakpastian lingkungan yang sering kali terjadi sehingga cenderung menjadi lebih cemas. Ini semacam mematahkan asumsi yang selama ini terbangun bahwa menjadi penduduk asli digital (digital native), artinya melengkapi kekurangan dari karakteristik generasi sebelumnya melalui keterampilan yang lebih adaptif dan inovatif dalam mengatasi situasi ketidakpastian. Dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini cukup beralasan. Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu. Resesi ekonomi, transformasi digital, invasi di beberapa negara, bencana alam, dan juga wabah penyakit.  Ini yang kemudian menyebabkan di masa dewasa,  Z menjadi kurang toleran terhadap ambiguitas lingkungan karena masa kanak-kanak yang terlalu terlindungi. Penelitian American Psychological Association yang dikutip dalam Media Literasi bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z di Jakarta (2018) menegaskan temuan tersebut. Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres sepanjang sejarah. Kondisi ini juga berkaitan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.

Bagaimana Seharusnya Pendidikan Bertransformasi?

Dari sekian banyak analisis, David Stillman dan Jonah Stillman (2017) memberikan gambaran lebih komprehensif tentang karakter Gen Z. Dalam bukunya Gen Z @ Work: How The  Next Generation is Transforming the Workplace, ayah dan anak ini mengidentifikasi tujuh karakter utama Gen Z, yaitu: figital, fear of missing out (FOMO), hiperkustomisasi, terpacu, realistis, Weconomist, dan do it yourself (DIY).

Di konteks pendidikan, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik siswa, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan siswa terhadap aktivitas belajar. Saat ini, sebagian besar dari Gen Z berada pada usia sekolah. Ini berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik Gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.

Pada karakter figital, sifat Gen Z sebagai “penduduk asli pribumi” sangat melekat. Guru harus banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana siswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan bagi guru untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan. Penutupan sekolah karena masa pandemi COVID-19 sebenarnya memberikan dorongan positif bagi guru untuk lebih berkomitmen, konsisten dan terbiasa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Guru sudah harus semakin terbiasa menggunakan sarana pembelajaran yang beragam melalui teknologi digital, agar siswa tetap dapat aktif dan tersambung dalam pembelajaran dalam berbagai kondisi pembelajaran yang ada. Guru juga perlu untuk lebih terbuka terhadap tambahan leksikon baru sebagai media dan perangkat pembelajaran. Ini dapat berupa visual, video, atau bahkan simbol tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antara siswa dan guru. Guru perlu lebih kreatif dalam mencari dan menerapkan solusi figital untuk meningkatkan dan menyebarkan budaya pembelajaran.


Karakter FOMO juga menjadi salah satu tantangan pendidikan. Pada karakter ini, Gen Z memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. FOMO menjadikan siswa terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses saat ini. Itu mengapa, Gen Z memilih untuk selalu terhubung aktif dengan komunitasnya agar informasi yang beredar dalam komunitasnya tidak terlewatkan, salah satunya melalui media sosial. Dalam hal ini, pendidikan perlu menjadi media yang terbuka dan mewadahi berbagai informasi yang diperlukan siswa tidak hanya pada hal yang berkaitan dengan pembelajaran, tetapi juga keterampilan hidup. Pendidikan perlu mampu mengkurasi informasi apa saja yang memang bermanfaat bagi siswa, dan yang tidak. Kompetensi guru menjadi sangat penting dalam hal akurasi tersebut.

Kebebasan Bersuara dan Menyesuaikan Kebutuhan Belajar

Gen Z lahir dengan salah satu kelebihan mampu memahami dirinya sendiri. Itu mengapa, karakter Hiperkustomisasi menjadi salah satu ciri khas Gen Z. Dari sana, siswa menjadi terbiasa menentukan kebutuhan apa yang mereka butuhkan dan perlu dapatkan. Aktivitas mereka berselancar di dunia maya, merupakan bagian dari cara Gen Z memenuhi kebutuhan akan dirinya.  Dalam konteks pendidikan, memberikan kebebasan siswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Guru perlu untuk mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap siswa, dan memberikan siswa lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas bersekolah. Karakter hiperkustomisasi menyebabkan siswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para siswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi Gen Z.

Dalam praktik pembelajaran saat ini, siswa menjadi sangat kompetitif dengan keragaman potensi yang dimilikinya. Ini perlu menjadi catatan penting bagi pendidikan khusunya guru untuk mampu memfasilitasi karakter terpacu tersebut melalui berbagai media yang mampu mengakomodasi potensi siswa yang beragam, tanpa mengarahkan pada upaya memperbandingkan antara siswa yang satu dan yang lainnya. Siswa perlu lebih banyak diapresiasi dan menjadikan praktik tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya-upaya reflektif semua pihak dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.


Karakter lain dari Gen Z adalah Weconomist. Pada karakter ini, Gen Z lebih menyenangi kegiatan yang sifatnya berkelompok dan selalu terhubung dengan sejawatnya. Dalam pembelajaran, karakter ini dapat difasilitasi dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu siswa dan mengondisikan siswa untuk saling berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek dan sejenisnya akan membuat siswa terbiasa bekerja dengan kelompok dan berbagi informasi di dalamnya. Siswa perlu lebih banyak didekatkan dengan sesamanya, untuk dapat saling belajar dan memberikan masukan dengan komunitasnya (peer review), dengan tetap menempatkan guru sebagai fasilitator belajar. Kegiatan eksplorasi siswa juga perlu untuk semakin dihidupkan melalui berbagai percakapan/diskusi antar siswa. Siswa saling menyampaikan apa yang mereka temui dan mereka harapkan, serta mempertemukan mereka pada berbagai ide dan gagasan. Upaya ini berkaitan juga dengan karakteristik Gen Z yang lebih senang melalukan banyak hal sendiri (DIY/Do It Yourself). Untuk membangun karakter ini, guru dapat banyak membangun pembelajaran dengan pendekatan yang beragam untuk mendorong kreativitas siswa dalam banyak hal. Internet perlu lebih diarahkan oleh guru sebagai sumber informasi dan inspirasi meningkatkan keterampilan hidup siswa.


Bagaimanapun, proses belajar harus bersifat mandiri, demokratis, dan membuka ranah yang luas bagi penciptaan dan penemuan hal-hal baru dalam pembelajaran. Guru perlu menciptakan iklim belajar yang mampu membangun self regulation pada diri siswa. Siswa juga perlu lebih banyak dilatih untuk realistis tentang kehidupan dan masa depannya nanti. Guru juga perlu menyampaikan secara terbuka peluang, tantangan dan juga hambatan yang mungkin nantinya akan membuat siswa memerlukan upaya lebih untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan. Dengan berbagai upaya tersebut, pendidikan diharapkan mampu memberikan masukan tentang hal-hal rasional yang perlu Gen Z lakukan dalam kehidupan mereka, pada saat ini dan juga nanti. ***

Analisis dalam artikel ini mengambil beberapa referensi dari KTI penulis yang telah diterbitkan oleh Jurnal Masyarakat Indonesia, LIPI, edisi 1, Juni 2020 dengan judul "Memahami Generasi Pascamilenial: Sebuah Tinjauan Praktik Pembelajaran Siswa".

 *Gambar artikel dikutip dari Hasil Sensus Penduduk 2020 oleh BPS di tautan https://www.bps.go.id/



Berdasarkan teks tersebut jawablah pertanyaan berikut!

1. Berdasarkan data dari infografis dan teks dijelaskan hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti. 

Akan tetapi data dari survei yang dilakukan American Survey Center menyebutkan bahwa Gen Z memiliki permasalahan utama, yakni kesehatan mental. Sebanyak 27% Gen Z mengalami masalah kesehatan mental daripada generasi sebelumnya. Menurutmu mengapa hal tersebut bisa terjadi serta bagaimana solusinya?

2. Transformasi pendidikan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mempersiapkan Gen Z yang saat ini didominasi oleh anak di usia sekolah. Menurutmu apakah pendidikan di Indonesia sudah memenuhi kebutuhan belajar Gen Z? Jika tidak apa alasannya didasarkan pada dua sudut pandang, yakni sudut pandang siswa dan sudut pandang guru!

Silakan tuliskan jawabanmu di kolom komentar, boleh secara bekerja sama dengan teman sebangkumu. Kemudian, jangan lupa menuliskan nama lengkap dan asal kelas!

SELAMAT MENGERJAKAN, SALAM LITERASI

Komentar

  1. Nama : Dinda Yulina Maharani
    Kelas : 10d

    1. Masalah kesehatan mental yang meningkat di kalangan Gen Z bisa disebabkan oleh tekanan sosial media, ketidakpastian masa depan, dan stigma terkait mencari bantuan. Solusinya mungkin melibatkan pendekatan holistik yang mencakup pendidikan tentang kesehatan mental, akses yang lebih mudah terhadap layanan kesehatan mental, dan dukungan sosial yang kuat dari keluarga dan masyarakat.

    2. Transformasi pendidikan di Indonesia masih dalam proses dan belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan belajar Gen Z secara menyeluruh. Meskipun ada kemajuan dalam integrasi teknologi dan peningkatan akses terhadap informasi, masih ada tantangan dalam pengembangan kurikulum yang lebih relevan, pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif, serta dukungan untuk kesehatan mental dan kesejahteraan siswa secara menyeluruh.

    BalasHapus
  2. Dalam praktik pembelajaran saat ini, siswa menjadi sangat kompetitif dengan keragaman potensi yang dimilikinya.

    Karakter lain dari Gen Z adalah Weconomist. Pada karakter ini, Gen Z lebih menyenangi kegiatan yang sifatnya berkelompok dan selalu terhubung dengan sejawatnya. Dalam pembelajaran, karakter ini dapat difasilitasi dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu siswa dan mengondisikan siswa untuk saling berkolaborasi dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan.

    Bagaimanapun, proses belajar harus bersifat mandiri, demokratis, dan membuka ranah yang luas bagi penciptaan dan penemuan hal-hal baru dalam pembelajaran. Guru perlu menciptakan iklim belajar yang mampu membangun self regulation pada diri siswa. Siswa juga perlu lebih banyak dilatih untuk realistis tentang kehidupan dan masa depannya nanti. Guru juga perlu menyampaikan secara terbuka peluang, tantangan dan juga hambatan yang mungkin nantinya akan membuat siswa memerlukan upaya lebih untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Zahra Awalia Syadidah
    XB - 36

    1. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan anak generasi Gen Z lebih terbuka terhadap kesehatan mental, sehingga mereka lebih sensitif terhadap kesehatan mental. Mereka lebih mengetahui kesehatan mental terhadap diri mereka sendiri dan banyak dari mereka yang sekarang banyak mengalami kesehatan mental. Maka dari itu, presentase Gen Z terhadap kesehatan mental lebih tinggi.

    Solusi untung mengatasi kesehatan mental yang terjadi di Gen Z:

    1. Edukasi kesehatan mental di sekolah dan kampanye publik.
    2. Membuka akses mudah untuk melaksanakan layanan konseling.
    3. Promosi gaya hidup sehat, olahraga, dan pola makan baik.
    4. Pembatasan penggunaan media sosial dan teknologi.
    5. Membangun komunitas pendukung dan jaringan sosial yang kuat.
    6. Pelatihan manajemen stres, resiliensi, dan keterampilan coping.

    2. Dari sudut pandang siswa, pendidikan di Indonesia saat ini menurut saya belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan belajar Gen Z. Terdapat beberapa alasan, yaitu:
    1. Metode pengajaran yang masih cenderung kurang interaktif, sehingga kurang menarik minat belajar Gen Z.
    2. Kurikulum yang masih suka berubah-ubah membuat Gen Z harus terus menyesuaikan pembelajaran dengan baik.
    3. Fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang masih terbatas, terutama di daerah-daerah tertentu, sehingga menyulitkan akses terhadap sumber belajar yang lebih modern dan beragam.
    4. Kurangnya dukungan dan bimbingan dalam mengembangkan minat, bakat, dan potensi individu siswa secara optimal.

    Dari sudut pandang guru, tantangan yang dihadapi antara lain:
    1. Kurangnya pelatihan dan peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan untuk mengadopsi metode pengajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan Gen Z.
    2. Beban kerja yang berat, seperti non-akademik, sehingga mengurangi waktu dan energi untuk mempersiapkan pembelajaran yang lebih berkualitas.
    3. Kurangnya sumber daya dan fasilitas pendukung, seperti akses internet, perangkat digital, dan media pembelajaran interaktif.
    4. Tantangan dalam mengelola kelas yang beragam, dengan siswa yang memiliki gaya belajar, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda.

    BalasHapus
  5. Nama: Anastasya Woro Larasati Gunawan
    Kelas: X-B
    Absen: 04

    1. Menurut saya, terdapat banyak Gen Z yang mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya karena terbukanya akses internet yang lebih luas kepada generasi sekarang. Dengan terbukanya akses internet yang lebih luas, mereka lebih "aware" dengan masalah kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya. Tetapi, masih ada juga yang FOMO atau ikut-ikutan dan merasa bahwa masalah kesehatan mental adalah sebuah trend.

    Menurut saya, solusi yang tepat adalah :
    -Mengurangi waktu di media sosial dan mengonsumsi konten yang lebih sehat dan realistis.
    -Memberikan edukasi tentang kesehatan mental sejak dini, baik di sekolah maupun di rumah.
    -Mendorong gen Z untuk mengadopsi gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, pola makan seimbang, dan tidur yang cukup.

    2.) Menurut saya, pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan belajar Gen Z. Ada beberapa alasan untuk hal tersebut dari sudut pandang siswa, yaitu:

    -Kurangnya pendekatan belajar yang interaktif dan menarik. Dengan makin berkembangnya teknologi, gen Z cenderung lebih menyukai pembelajaran yang melibatkan teknologi, seperti melalu PPT, video, dan lain-lain.
    -Minimnya akses ke fasilitas dan sumber belajar digital yang memadai, terutama di daerah-daerah tertentu.
    -Kurikulum pelajaran yang masih suka berubah-ubah sehingga membuat gen Z harus terus menyesuaikan pembelajaran dengan baik.

    Adapun beberapa alasan untuk hal tersebut dari sudut pandang guru, yaitu:
    -Kurangnya pelatihan dan pembaruan metode pengajaran untuk beradaptasi dengan gaya belajar yang lebih modern.
    -Terbatasnya sumber daya dan infrastruktur pendidikan.

    BalasHapus
  6. 1. Menurut saya masyarakat yang berasal Gen Z jauh lebih memiliki pikiran yang terbuka dengan apa itu kesehatan mental. Mereka jauh lebih memperhatikan atau bisa dikatakan lebih sensitif terhadap kesehatan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Dengan di tambahkan teknologi yang berkembang dan Gen Z jauh lebih sering menghabiskan waktunya terhadap sosial media. Sosial media cukup banyak memberikan dampak negatif bagi Gen Z. Dampak negatif mengakibatkan kesehatan mental Gen Z sering terganggu. Solusi untuk masalah ini adalah dengan membangun kebiasaan yang positif, dan menyaring semua informasi positif dan negatif yang terdapat dari sosial media.
    2. Sudut pandang siswa:
    - Sistem pendidikan yang sering berubah kerap kali membuat siswa kesulitan untuk beradaptasi dan mengejar sistem tersebut sehingga mengurangi ke efektivitasan pendidikan
    - Kurangnya dukungan dalam pengembangan minat, dan bakar siswa secara optimal

    Sudut pandang guru:
    - Kurangnya pelatihan kompentensi guru dalam metode pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan Gen Z
    - Kurangnya fasilitas pendukung dalam pengajaran di dalam kelas yang interaktif

    BalasHapus
  7. Nama : Rasya Eka Putra
    Kelas : X-E

    1.Tekanan Sosial Media, Gen Z tumbuh dalam era digital di mana media sosial memiliki peran besar dalam kehidupan sehari-hari. media sosial dapat menyebabkan kecemasan, dan depresi karena perbandingan sosial dan cyberbullying.
    solusinya adalah Mendorong penggunaan media sosial yang sehat dan memberikan edukasi tentang dampak negatifnya

    2. Pendidikan di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam memenuhi kebutuhan belajar Gen Z. Meskipun ada upaya untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, masih terdapat beberapa hambatan,signifikan dari sudut pandang siswa dan guru.
    siswa : Gen Z cenderung lebih responsif terhadap metode pembelajaran yang interaktif dan menggunakan teknologi. Sayangnya, banyak sekolah di Indonesia masih menggunakan metode pembelajaran tradisional yang kurang menarik bagi mereka
    guru : Banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan yang memadai dalam menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Hal ini membuat mereka kurang siap untuk mengajar dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan Gen Z.

    BalasHapus
  8. 1. Gen Z dilahirkan dan dibesarkan dalam pengasuhan yang terlalu protektif di tengah kondisi dunia yang serba tidak menentu. Resesi ekonomi, transformasi digital, invasi di beberapa negara, bencana alam, dan juga wabah penyakit. Ini yang kemudian menyebabkan di masa dewasa, Z menjadi kurang toleran terhadap ambiguitas lingkungan karena masa kanak-kanak yang terlalu terlindungi. Penelitian American Psychological Association yang dikutip dalam Media Literasi bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z di Jakarta (2018) menegaskan temuan tersebut. Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres sepanjang sejarah. Kondisi ini juga berkaitan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.

    2.Di konteks pendidikan, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik siswa, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan siswa terhadap aktivitas belajar.
    berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik Gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.

    BalasHapus
  9. Monica Kezia Sitorus
    X-C
    1. ada beberapa faktor khusus usia yang dapat memengaruhi kesehatan mental Gen Z, seperti tahap perkembangan, tingkat keterlibatan dengan layanan kesehatan, sikap keluarga atau masyarakat, dan media sosial.
    Berdasarkan survey, Gen Z mengaku menghabiskan lebih dari dua jam sehari untuk menggunakan media sosial. Mereka mengaku, media sosial sangat memengaruhi kesehatan mental.
    Berdasarkan laporan survei yang sama, Gen Z yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari untuk menggunakan media sosial cenderung memiliki kondisi kesehatan mental yang buruk. Bila dibandingkan dengan generasi lainnya, Gen Z adalah generasi yang paling banyak memperoleh dampak negatif dari media sosial. Lantas bagaimana solusinya?

    Menurut saya solusi yang tepat untuk masalah ini antara lain:

    # Kesadaran diri
    Mulai dari diri sendiri dan tekad yang kuat untuk bisa mengakui ketika sedang stress atau terjebak dalam suatu masalah dan berusaha untuk mengatasi masalah itu.

    # Pengaturan waktu
    Mengatur waktu penggunaan media sosial dan perangkat elektronik adalah langkah penting. Membuat jadwal untuk waktu online dan offline dapat membantu menghindari ketergantungan yang berlebihan dan menjaga keseimbangan.

    # Olahraga dan aktivitas fisik
    Aktivitas fisik telah terbukti membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Generasi Z sebaiknya mengintegrasikan olahraga dan aktivitas fisik ke dalam rutinitas mereka.

    2. Sudut pandang siswa:
    • Sistem pendidikan atau yang biasa kita sapa dengan kurikulum yang sering berubah kerap kali membuat peserta didik kesulitan untuk menyesuaikan kurikulum tersebut, sampai dapat memberikan tekanan
    • fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang masih terbatas, terutama di daerah-daerah tertentu, sehingga menyulitkan akses terhadap sumber belajar yang lebih modern dan beragam.
    • Kurangnya dukungan dan bimbingan dalam mengembangkan minat, bakat, dan potensi individu siswa secara optimal

    Sudut pandang guru:
    • Kurangnya pelatihan kompentensi guru dalam metode pengajaran yang lebih kreatif dan inovatif sesuai dengan kebutuhan Gen Z
    • Kurangnya SDM guru mata pelajaran, sehingga ada guru yang harus menggantikan posisi kosong guru mata pelajaran tersebut, walaupun bukan dibidangnya

    BalasHapus
  10. 1. Mengapa Gen Z Mengalami Masalah Kesehatan Mental?
    Menurutku, genZ cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya itu dikarenakan seiring berkembangnya lingkungan semakin banyaknya tekanan yang didapat dari orang tua, orang terdekat lainnya, lingkungan, sirkel pertemanan, juga rekanan dari media sosial.
    Selain itu, dimasa sekarang terjadi peningkatan keterbukaan terkait informasi dan semakin intens nya komunikasi yang terjadi antara manusia dan internet. itu menyebabkan meningkatnya rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap informasi terkait mental health dan hal hal lain yang dirasa relate dengan perasaan.
    Kondisi dan cara pandang Global juga sangat mempengaruhi keseimbangan mental genZ. Apalagi dengan komunikasi yang sangat intens dengan sosial media, membuat timbulnya rasa ingin mengikuti semua hal yang trending (FOMO) bahkan jika itu merugikan dan keadaan ridak menyanggupi. Gaya hidup orang lain yang terpampang jelas di sosmed juga menambah banyak sekali beban psikologis.

    Dan apa solusinya?
    Tentunya praktek awal yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan sosialisasi terkait kesehatan mental dengan merata di seluruh penjuru kota/desa. sosialisasi ini juga dapat dilakukan dengan memasukkan topik terkait kesehatan mental ke kurikulum maupun sesi bimbingan konseling. Orang tua juga berperan penting untuk memberikan pemahaman awal kepada anak.
    Adanya dukungan di setiap langkah, baik secara fisik maupun psikis. Baik orang tua, guru, orang terdekat tentunya sangat berperan penting di perjalanan hidup seseorang, jadi diharapkan dapat memberikan dukungan dan pengaruh positif disetiap langkahnya.
    Selain itu, hal yang tidak kalah penting dilakukan adalah menghindari self diagnose.



    2. Apakah Pendidikan di Indonesia Memenuhi Kebutuhan Belajar Gen Z?

    -Sudut Pandang Siswa:
    Menurut pandangan saya, pendidikan Indonesia sudah mengusahakan yang terbaik untuk memenugi kebutuhan belajar. Namun, ada beberapa aspek yang belum tercukupi dan tersebar secara merata. Salah satunya adalah kekurangan dalam penyediaan teknologi (seperti komputer dll) karena banyak sekali sekolah yang masih tertinggal dan kurangnya sumber daya guru yang tersedia.
    Minimnya pendekatan oleh guru secara personal, ini membuat saya terkadang merasa tidak adil karena banyak guru yang hanya terfokus pada beberapa siswa. sehingga sulit untuk mendapatkan nilai baik dalam keaktifan dikelas karena kurang diperhatikan.
    Cara belajar yang monoton dan tidak menyenangkan, ini snagat berpengaruh terhadap semangat belajar setiap siswa.

    -Sudut Pandang Guru:
    Untuk point ini, mohon maaf saya tidak bisa menjawab dan menjelaskan karena saya bukanlah seorang guru, melainkan seorang siswa.
    Tapi mungkin saya akan menjawab tentang kurangnya pelatihan dan sosialisasi terkait IPTEK dan metode pengajaran modern yang bisa dilakukan seiring berjalannya waktu.

    BalasHapus
  11. Nama : Nabila Cahyani Andita Putri
    Kelas : X-D
    No. Absen : 23

    1. ) Menurutku hal ini dapat terjadi karena Gen Z cenderung tumbuh pada masa di era serba maju. Gen Z cenderung lebih mudah mengetahui info terkini mengenai kesehatan mental, sehingga terkadang dapat pula terjadi "self diagnose" apabila tidak berkonsultasi dengan ahli. Selain itu, Tekanan akademis yang tinggi, paparan media sosial yang intens, kurangnya dukungan sosial, dan perubahan gaya hidup modern yang sering kali kurang sehat adalah beberapa contoh faktor yang bisa berkontribusi terhadap kesehatan mental Gen Z.

    2. ) • Menurut Pendapatku sebagai seorang siswi : Pendidikan di Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan belajar Gen Z. Dimulai dari diterapkannya pembelajaran via digital saat Corona, saat ini banyak siswa/i yang dimudahkan dengan bantuan digital untuk membantu pekerjaan sekolah & memahami materi. Namun disisi lain, penyebaran pembelajaran digital ini belum terjangkau oleh teman kami, Gen Z, yang juga ada di pedalaman dan pelosok Indonesia. Jadi ku harapkan kedepannya kemajuan pendidikan akan semakin merata.

    • Menurut Pendapat guru :
    Mungkin jika diposisikan sebagai guru, saya akan merasa sedikit kesulitan menerapkan pendidikan era modern ini. Teknologi serta Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, terkadang tidak selalu mudah disaring untuk diberikan kepada siswa/i binaannya. Belum lagi ditambah kurikulum pendidikan yang terus berganti, hal ini berakibat tidak terjangkaunya semua pemahaman siswa akan materi pembelajaran.

    BalasHapus
  12. 1. masalah kesehatan mental yang meningkat di kalangan gen Z bisa disebabkan oleh tekanan sosial media, ketidakpastian masa depan, dan stigma terkait mencari bantuan. Solusinya mungkin yang mencakup pendidikan tentang kesehatan mental, akses yang lebih mudah terhadap layanan kesehatan mental.
    2. membangun komunitas yang mendukung dan memberikan ruang bagi Gen Z untuk berbagi pengalaman

    Sudut pandang siswa

    keterbatasan teknologi, meskipun teknologi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, fasilitas teknologi di sekolah-sekolah Indonesia masih terbatas. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa untuk mengakses informasi.

    Sudut pandang guru

    beban kerja yang berat, seperti non-akademik, sehingga mengurangi waktu dan energi untuk mempersiapkan pembelajaran yang lebih berkualitas.

    BalasHapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. Nama: Anggi Anastasia Sinaga
    Kelas: X.D

    1. Menurut saya, salah satu faktor Gen Z mengalami masalah kesehatan mental yaitu media sosial di dunia maya. Media sosial memang banyak memberikan dampak positif, namun tidak sedikit juga dampak negatif yang dapat dirasakan. Oleh karena itu, Gen Z harus bisa memilah informasi yang sekiranya bisa diterima tanpa merusak kesehatan mentalnya

    2. Menurut sudut pandangan saya sebagai seorang siswi atau peserta didik, belum. Karena, sistem pendidikan yang berlaku belum dapat dijadikan pedoman yang pasti terutama bagian kurikulum. Kurikulum merdeka yang digunakan saat ini, terkadang menyulitkan para peserta didik. Dari sudut pandang guru juga terkadang belum ada penyuluhan yang spesifik mengenai bagaimana cara melaksanakan kurikulum merdeka ini.

    BalasHapus
  15. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  16. Nama : Meutia Aqiila Dualuna Fayza
    Kelas : X. E
    1. kesehatan mental yang dialami oleh gen z, bisa disebabkan oleh beberapa faktor yakni keluarga dan pertemanan, adanya tekanan media sosial dan ketidak pasti an masa depan. solusinya : adanya edukasi dan informasi mengenai kesehatan mental dan pendekatan khusus untuk anak anak gen z yang memang membutuhkan penyembuhan. dan juga dukungan dari keluarga dan juga masyarakat sekitar pastinya
    2. ⁠sudut pandang siswa :
    - kurangnya fasilitas dan infrastruktur pendidikan, terutama di daerah pelosok yang kadang kebutuhan untuk pendidikan masih sangat awam, hal tsb sangat menghambat para pelajar pastinya.
    - kurikulum yang kerap kali berubah ubah, membuat peserta didik cukup sulit untuk menyesuaikan diri, selain itu sistem pendidikan sekarang yang menggunakkan teknologi seperti gadget cukup membuat masyarakat di pelosok kesulitan juga
    - minimnya dukungan dalam pengembangan bakat dan minat siswa
    sudut pandang guru :
    kurangnya pelatihan komepetensi guru dalam metode pengajaran yang sekarang ini kita ketahui anak anak gen z mudah bosan dan sekarang banyak berkeliaran disosial media metode pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif, sehingga guru harus bisa membuat siswa menjadi tertarik dengan metode pembelajarannya

    BalasHapus
  17. ANNISYA MARLINA PUTRI X-D

    hal tersebut terjadi karena gen z lebih terbuka terhadap kesehatan mental dan mereka lebih mengetahui kesehatan mental yang menyebabkan mereka sensitif terhadap kesehatan mental dan membuat presentase gen z kesehatan mental lebih tinggi dibanding gen lain nya
    solusi :
    1. Meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental: Meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental dan memberikan edukasi tentang bagaimana cara mengelola stres dan emosi.
    2. Membangun komunitas yang mendukung: Membangun komunitas yang mendukung dan memberikan ruang bagi Gen Z untuk berbagi pengalaman dan rasa.
    3. Meningkatkan kemampuan manajemen stres: Meningkatkan kemampuan manajemen stres dan emosi dengan memberikan pelatihan dan edukasi tentang cara mengelola stres dan emosi.
    4. Mengoptimalkan fungsi pendidikan: Mengoptimalkan fungsi pendidikan dengan memberikan pelajaran tentang kesehatan mental dan bagaimana cara mengelola stres dan emosi.
    5. ⁠Kebebasan Bersuara dan Menyesuaikan Kebutuhan Belajar


    2. Menurut saya, masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan belajar Gen Z.

    Sudut pandang saya sebagai siswi adalah
    - ⁠ kurang nya dukungan terhadap pengembangan minat, bakat dan potensi individu secara optimal
    - fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang masih terbatas, terutama di daerah-daerah tertentu, sehingga menyulitkan akses terhadap sumber belajar yang lebih modern
    - ⁠kurikulum pendidikan yang sering berubah membuat siswa kesulitan untuk beradaptasi dan mengejar sistem tersebut sehingga mengurangi ke efektivitasan pendidikan

    Sudut pandang guru
    • Kurangnya pelatihan kompentensi guru dalam metode pengajaran yang lebih modern kreatif dan inovatif sesuai dengan perkembangan Gen Z
    • Kurangnya SDM guru mata pelajaran, sehingga ada guru yang harus menggantikan posisi kosong guru mata pelajaran tersebut, walaupun bukan dibidangnya

    BalasHapus
  18. Nama: Naila Asma Fatihah
    Kelas: X-D
    1. komposisi penduduk indonesia berasa; dari gen z. namun, data survey dari amerika menyatakan, gen z memiliki masalah utamanya, yaitu kesehatan mental, daripada generasi sebelunya. mengapa bisa terjadi? bagaimana solusinya?
    : Aaron McKie once said “Tough times create strong men, strong men create easy times, easy times create weak men, weak mean create tough times.”
    di siklus, dimana generasi sebelunya sudah menciptakan hal hal baik, seperti solusi instan, informasi dimana mana, yang bikin mereka (gen z) bisa dibilang, punya mental yang 'tempe' banget. Dan menurut saya, yang membedakan Gen z dengan generasi yang lain, gen z ini tersebar (terpecah), dan punya pedirian masing masing, punya kebebasan, dan banyak pilihan. setelah saya riset dari beberapa sumber, adaa fakta menarik yang berhubungan dengan gen z, seperti yang saya cari di seamlesshr.com "in fact 65% of employers feel they must fire gen Z workers more frequently than those from other generation."
    jadi kebanyakan dari gen z itu effortnya kecil, tapi tuntutan nya banyak 'work less, play hard'. disini bisa dilihat bahwa mental health nya sudah terganggu dengan maunya serba instan dan apapun mau nya sekarang, lalu beres. dan saya sebagai gen z merasa, ini udah bahaya banget.
    survei menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 3 orang (gen z) itu mengalami kesehatan mental. Dan kalau berdasarkan data, mengatakan bahwa gen z sekitar 18%, millenial (gen y) 13%, gen x 11%, dan boomer 6%.

    solusi nya apa?
    menurut saya, intergeneration learning merupakan solusi nya. Generasi muda dapat belajar dari pengalaman dan nilai-nilai yang telah terbukti kuat dari generasi sebelumnya. Kesabaran, ketaatan terhadap suatu sistem, dan nilai-nilai yang membangun persatuan dapat menjadi modal berharga yang diperlukan dalam dunia kerja yang terus berubah. Intergenerational learning bukanlah usaha untuk menyalahkan Generasi Z, tetapi merupakan langkah positif untuk mencari cara agar mereka dapat mengintegrasikan nilai-nilai yang dapat membangun fondasi yang lebih kokoh dalam lingkungan kerja dan kehidupan sehari-hari mereka. (Kompasiana.com)

    2. apakah pendidikan di Indonesia sudah memenuhi kebutuhan belajar gen z? buatkan sudut pandang siswa dan sudut pandang guru!
    : Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan belajar Gen Z. Dari sudut pandang siswa, kurikulum yang tidak relevan dan akses teknologi yang terbatas menjadi masalah utama. Sedangkan dari sudut pandang guru, setelah saya baca dari teks diatas, sudah dapat disimpulkan bahwa kurangnya kesiapan dalam menggunakan teknologi dan metode pengajaran yang masih tradisional menghambat transformasi pendidikan yang dibutuhkan.

    solusi nya adalah untuk transformasi pendidikan yang komprehensif diperlukan, mencakup perbaikan kurikulum, peningkatan akses teknologi, serta pengembangan kompetensi guru dalam penggunaan teknologi dan metode pembelajaran inovatif. Tanpa langkah-langkah ini, sulit bagi pendidikan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan Gen Z dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan masa depan.

    BalasHapus
  19. Nama : Maria Keisha Keyren
    Kelas : X-D
    Gen Z lahir dengan salah satu kelebihan mampu memahami dirinya sendiri. Itu mengapa, karakter Hiperkustomisasi menjadi salah satu ciri khas Gen Z. Dari sana, siswa menjadi terbiasa menentukan kebutuhan apa yang mereka butuhkan dan perlu dapatkan. Aktivitas mereka berselancar di dunia maya, merupakan bagian dari cara Gen Z memenuhi kebutuhan akan dirinya. Dalam konteks pendidikan, memberikan kebebasan siswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Guru perlu untuk mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap siswa, dan memberikan siswa lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas bersekolah. Karakter hiperkustomisasi menyebabkan siswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para siswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi Gen Z.

    BalasHapus
  20. Ahmad Reval
    XD

    Jawaban Pertanyaan 1

    Mengapa Gen Z Mengalami Masalah Kesehatan Mental:

    1. Tekanan Sosial dan Ekspektasi Tinggi: Gen Z hidup di era digital di mana media sosial memainkan peran besar dalam kehidupan sehari-hari. Tekanan untuk selalu tampil sempurna dan ekspektasi tinggi dari lingkungan sekitar dapat memicu stres dan kecemasan.
    2. Paparan Informasi yang Berlebihan: Dengan akses mudah ke informasi melalui internet, Gen Z sering kali terpapar berita negatif, seperti isu-isu global, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi, yang dapat menambah kecemasan.
    3. Kurangnya Interaksi Tatap Muka: Meskipun terhubung secara digital, kurangnya interaksi tatap muka yang berkualitas dapat membuat mereka merasa terisolasi dan kesepian.
    4. Tekanan Akademik: Persaingan akademik yang ketat dan tekanan untuk mencapai prestasi tinggi juga berkontribusi pada masalah kesehatan mental.

    Solusi untuk Mengatasi Masalah Kesehatan Mental Gen Z:

    1. Pendidikan tentang Kesehatan Mental: Memasukkan pendidikan kesehatan mental ke dalam kurikulum sekolah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kesehatan mental.
    2. Dukungan Psikologis di Sekolah: Menyediakan akses mudah ke konselor atau psikolog di sekolah untuk memberikan dukungan mental dan emosional.
    3. Pembatasan Penggunaan Media Sosial: Mendorong waktu yang lebih seimbang antara dunia digital dan aktivitas fisik serta sosial yang nyata.
    4. Pengembangan Keterampilan Koping: Mengajarkan teknik manajemen stres dan keterampilan koping melalui program-program khusus di sekolah.
    5. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung: Menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung dan inklusif di mana siswa merasa aman untuk berbagi perasaan dan kekhawatiran mereka.

    Jawaban Pertanyaan 2

    Apakah Pendidikan di Indonesia Sudah Memenuhi Kebutuhan Belajar Gen Z?

    Sudut Pandang Siswa:

    1. Kekurangan Personalization: Gen Z cenderung membutuhkan pendekatan yang dipersonalisasi dalam pembelajaran, tetapi sistem pendidikan saat ini sering kali masih menggunakan metode pengajaran yang satu ukuran untuk semua (one-size-fits-all).
    2. Akses Informasi: Siswa membutuhkan akses yang lebih luas ke berbagai sumber belajar, baik online maupun offline. Namun, akses tersebut seringkali terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil.
    3. Keterlibatan Aktif: Gen Z ingin lebih terlibat aktif dalam proses belajar, termasuk dalam menentukan metode dan materi belajar. Namun, partisipasi siswa dalam pengambilan keputusan pendidikan masih terbatas.

    Sudut Pandang Guru:

    1. Kurangnya Pelatihan dan Dukungan: Guru memerlukan pelatihan yang memadai untuk mengadopsi dan menerapkan teknologi serta metode pembelajaran baru yang sesuai dengan kebutuhan Gen Z. Namun, banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan yang cukup.
    2. Fasilitas dan Sumber Daya: Banyak sekolah di Indonesia yang masih kekurangan fasilitas dan sumber daya yang memadai untuk mendukung pembelajaran berbasis digital dan personalisasi.
    3. Beban Administratif: Beban administratif yang tinggi sering kali menghalangi guru untuk fokus pada inovasi pembelajaran dan personalisasi.

    Kesimpulan:

    Pendidikan di Indonesia masih dalam proses adaptasi untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan Gen Z. Diperlukan peningkatan pada aspek personalisasi, akses informasi, pelatihan guru, dan penyediaan fasilitas yang memadai untuk mendukung transformasi pendidikan yang lebih responsif terhadap karakteristik dan kebutuhan Gen Z. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia dapat lebih efektif mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan.

    BalasHapus
  21. Nama : Rafi Kayanya Adifa
    Kelas : X-D

    1. Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan Gen Z mengalami masalah kesehatan mental lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya:

    - Tekanan Akademis dan Karir: Gen Z sering menghadapi tekanan akademis dan ekspektasi untuk sukses dalam karir mereka. Persaingan yang ketat bisa menyebabkan stres dan kecemasan.
    - Identitas Diri: Dalam masa pertumbuhan yang penuh perubahan, mencari dan mengukuhkan identitas diri bisa menjadi tantangan besar yang mempengaruhi kesehatan mental.
    - Kehadiran Sosial Media: Gen Z tumbuh di era di mana media sosial sangat dominan. Platform ini sering kali memberikan tekanan untuk tampil sempurna dan mencapai standar yang tidak realistis.

    2. Sudut pandang Siswa
    - Minimnya Pembelajaran Kontekstual: Materi pelajaran sering kali tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari atau tantangan masa depan, membuat siswa kurang termotivasi.
    - Kurangnya Aktivitas Ekstrakurikuler: Kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekstrakurikuler yang mendukung pengembangan soft skills masih terbatas.

    Sudut Pandang Guru
    - Kurang Pelatihan Teknologi: Banyak guru tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam penggunaan teknologi untuk pembelajaran, membuat mereka kesulitan mengadaptasi metode pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar Gen Z.
    - Lingkungan Kerja yang Kurang Mendukung: Banyak guru menghadapi beban kerja yang tinggi dan lingkungan kerja yang kurang mendukung, yang bisa mengurangi efektivitas mereka dalam mengajar.

    BalasHapus
  22. Nama : Sahla Nur Istiqomah
    Kelas : X-D
    Dari sekian banyak analisis, David Stillman dan Jonah Stillman (2017) memberikan gambaran lebih komprehensif tentang karakter Gen Z. Dalam bukunya Gen Z @ Work: How The Next Generation is Transforming the Workplace, ayah dan anak ini mengidentifikasi tujuh karakter utama Gen Z, yaitu: figital, fear of missing out (FOMO), hiperkustomisasi, terpacu, realistis, Weconomist, dan do it yourself (DIY).

    Di konteks pendidikan, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik siswa, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan siswa terhadap aktivitas belajar. Saat ini, sebagian besar dari Gen Z berada pada usia sekolah. Ini berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik Gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.

    Pada karakter figital, sifat Gen Z sebagai “penduduk asli pribumi” sangat melekat. Guru harus banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana siswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan bagi guru untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan. Penutupan sekolah karena masa pandemi COVID-19 sebenarnya memberikan dorongan positif bagi guru untuk lebih berkomitmen, konsisten dan terbiasa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Guru sudah harus semakin terbiasa menggunakan sarana pembelajaran yang beragam melalui teknologi digital, agar siswa tetap dapat aktif dan tersambung dalam pembelajaran dalam berbagai kondisi pembelajaran yang ada. Guru juga perlu untuk lebih terbuka terhadap tambahan leksikon baru sebagai media dan perangkat pembelajaran. Ini dapat berupa visual, video, atau bahkan simbol tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antara siswa dan guru. Guru perlu lebih kreatif dalam mencari dan menerapkan solusi figital untuk meningkatkan dan menyebarkan budaya pembelajaran.


    Karakter FOMO juga menjadi salah satu tantangan pendidikan. Pada karakter ini, Gen Z memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. FOMO menjadikan siswa terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses saat ini. Itu mengapa, Gen Z memilih untuk selalu terhubung aktif dengan komunitasnya agar informasi yang beredar dalam komunitasnya tidak terlewatkan, salah satunya melalui media sosial. Dalam hal ini, pendidikan perlu menjadi media yang terbuka dan mewadahi berbagai informasi yang diperlukan siswa tidak hanya pada hal yang berkaitan dengan pembelajaran, tetapi juga keterampilan hidup. Pendidikan perlu mampu mengkurasi informasi apa saja yang memang bermanfaat bagi siswa, dan yang tidak. Kompetensi guru menjadi sangat penting dalam hal akurasi tersebut.

    BalasHapus
  23. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  24. 1.Transformasi pendidikan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mempersiapkan Gen Z yang saat ini didominasi oleh anak di usia sekolah. Menurutmu apakah pendidikan di Indonesia sudah memenuhi kebutuhan belajar Gen Z? Jika tidak apa alasannya didasarkan pada dua sudut pandang, yakni sudut pandang siswa dan sudut pandang guru

    2.Mendaftar
    Berdasarkan data dari infografis dan teks dijelaskan hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.

    Akan tetapi data dari survei yang dilakukan American Survey Center menyebutkan bahwa Gen Z memiliki permasalahan utama, yakni kesehatan mental. Sebanyak 27% Gen Z mengalami masalah kesehatan mental daripada generasi sebelumnya. Menurutmu mengapa hal tersebut bisa terjadi serta bagaimana solusinya?
    Penyebab utama masalah kesehatan mental pada Generasi Z bisa berasal dari tekanan akademis, penggunaan media sosial yang berlebihan, isolasi sosial, dan ketidakpastian masa depan. Solusinya bisa meliputi pendekatan holistik yang mencakup dukungan emosional dari keluarga dan sekolah, edukasi tentang kesehatan mental, promosi pola hidup sehat, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental.
    Transformasi pendidikan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mempersiapkan Gen Z yang saat ini didominasi oleh anak di usia sekolah. Menurutmu apakah pendidikan di Indonesia sudah memenuhi kebutuhan belajar Gen Z? Jika tidak apa alasannya didasarkan pada dua sudut pandang, yakni sudut pandang siswa dan sudut pandang guru
    Dilihat dari sudut pandang siswa, banyak yang merasa kurikulum dan metode pengajaran belum memadai untuk memenuhi kebutuhan belajar mereka yang cenderung lebih digital, interaktif, dan terhubung secara sosial. Mereka mungkin merasa kurang termotivasi atau tertekan oleh tekanan akademik yang berlebihan.
    Dari sudut pandang guru, beberapa mungkin merasa terbatas dalam menerapkan metode pengajaran yang inovatif dan teknologi dalam kelas karena keterbatasan sumber daya dan pelatihan yang memadai. Kurikulum yang kaku dan evaluasi yang bersifat menghafal juga dapat menjadi kendala bagi guru dalam memfasilitasi pembelajaran yang menarik dan relevan bagi Generasi Z.
    Diperlukan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat untuk melakukan transformasi pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan belajar Generasi Z, melalui penyediaan pelatihan bagi guru, peninjauan kurikulum yang lebih fleksibel, dan pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran.

    BalasHapus
  25. 1. Penyebab utama meningkatnya masalah kesehatan mental pada Generasi Z bisa berasal dari tekanan akademik, penggunaan media sosial yang berlebihan, dan kurangnya dukungan sosial. Solusinya bisa meliputi peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, pengembangan program kesehatan mental di sekolah, serta pemberian dukungan sosial yang lebih baik.

    2. Dari sudut pandang siswa, pendidikan mungkin terasa kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka, kurang menarik, atau terlalu tekanan. Dari sudut pandang guru, mungkin kurangnya sumber daya, kurikulum yang kaku, atau kurangnya pelatihan untuk mengajar Generasi Z. Perlu reformasi kurikulum yang lebih inklusif, pendekatan belajar yang berpusat pada siswa, dan integrasi teknologi dalam pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar Generasi Z.

    BalasHapus
  26. Nama lengkap: Gabriella Christy
    Kelas: XI-B
    1. Menurut saya, hal tersebut dapat terjadi karena:
    - Total manusia pada gen Z cukup banyak dan usianya tergolong muda atau masuk pada usia yang paling produktif (di mana masih kuat untuk berkarya dan menuangkan ide-idenya) sehingga gen Z menjadi pemegang peranan penting yang akan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.
    - Namun, gen Z yang masih dalam usia pencarian jati diri akan lebih mudah mengalami permasalahan kesehatan mental. Apalagi gen Z sudah sangat dipengaruhi oleh teknologi yang menyebabkan manusia sering menghabiskan waktu di media sosial dan berinteraksi dengan berbagai manusia lainnya sehingga pemicu gesekan-gesekan (saling menjelekkan, perbedaan pendapat) dalam hidup akan lebih besar. Hal tersebut juga dapat menciptakan permasalahan kesehatan mental.

    Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menumbuhkan kesadaran diri setiap gen Z untuk lebih peduli, toleransi, dan dapat bekerja sama dengan manusia lainnya. Diperlukan juga kontribusi dari para guru untuk membimbing gen Z.

    2. Pendidikan di Indonesia belum memenuhi kebutuhan belajar gen Z.

    Dari sudut pandang siswa, metode pembelajaran yang ada sekarang kurang kekinian, di mana banyak siswa yang merasa metode pembelajaran masih bersifat tradisional yang hanya berfokus pada penjelasan panjang/ceramah sehingga kurang menarik dan tidak sesuai dengan gaya belajar siswa gen Z yang lebih visual dan interaktif.

    Dari sudut pandang guru, banyak guru yang belum sepenuhnya siap untuk menggunakan teknologi secara efektif dalam pembelajaran. Para guru pun kurang didukung dari pihak sekolah atau pemerintah, baik dalam bentuk dana maupun pelatihan.

    BalasHapus
  27. Nama:Qusay Al Rasya
    Kelas: X-E

    1.Masalah kesehatan mental yang dialami oleh sebagian besar Generasi Z dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang unik bagi generasi ini. Menurut saya beberapa faktor yang mungkin menyebabkan tingginya tingkat masalah kesehatan mental di kalangan Generasi Z termasuk tekanan sosial yang tinggi dari media sosial, ketidakpastian masa depan, tuntutan akan kesempurnaan, dan kurangnya keterlibatan sosial yang nyata.
    Untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang dihadapi oleh Generasi Z, beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan meliputi:
    - Mendorong kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental dan menghilangkan stigma terkait masalah kesehatan mental.
    - Mendorong Generasi Z untuk mengembangkan keterampilan mengelola stres, membangun ketahanan mental, dan mencari keseimbangan dalam kehidupan mereka.

    2. Menurut sudut pandang saya dirasa kurang relevan Sudut Pandang Siswa:

    1. Kebutuhan akan Kurikulum yang Relevan: Generasi Z cenderung lebih responsif terhadap pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan masa depan mereka.
    2. Teknologi sebagai Alat Pembelajaran: Generasi Z tumbuh dalam era teknologi yang canggih. Mereka cenderung lebih terbiasa dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran

    Sedangkan dari sudut pandang guru:
    1. Tantangan dalam Menghadapi Kebutuhan yang Beragam: Guru dihadapkan pada tugas yang kompleks untuk memenuhi kebutuhan belajar yang beragam dari Generasi Z.
    2. Keterbatasan Sumber Daya dan Infrastruktur: Pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan terkait dengan keterbatasan sumber daya dan infrastruktur.

    Meskipun pendidikan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam memenuhi kebutuhan belajar Generasi Z, masih terdapat ruang untuk perbaikan. Integrasi teknologi, pengembangan kurikulum yang relevan, peningkatan keterlibatan siswa, peningkatan sumber daya dan infrastruktur pendidikan, serta pengembangan profesionalisme guru merupakan langkah-langkah yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memenuhi kebutuhan belajar Generasi Z secara lebih efektif.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Literasi 31 Juli 2024

29-05-2024

Literasi - 21 Mei 2024